Mencari Solusi 'Senjata' Kerta Desa Adat

Sebuah Pemikiran

Beh ngae serem dogen, care lakar maperang. Misi ngabe senjate. Ngopi adaan malu”. Itu pasti kesan pertama pada tulisan ini. Sebenarnya pergi berperang tidak selalu berkonotasi kejam, marah, membunuh dan ungkapan serem lainnya. Kita dapat pergi berperang dengan senyum, dengan pikiran yang tenang. Saya terinspirasi dengan sebuah tembang mecapat jawa, bahwa pergi berperang pun harus dimulai dengan sebuah senyum, sepenggal sekar/tembang. Bahkan sebuah tembang menidurkan anak yang sedang mengantuk. Iramanya dandang gulo lagi.  "... soroh yudoooo pambukaning sekar, dandanggulo turu lareeee..". Saya gak melanjutkan, nanti pada ngantuk, he he he. 

Betapa tinggi nasehat terkandung dalam tembang para leluhur kita, yang saat ini malah banyak dari kita yang mencampakannya. Nasehat yang mengajarkan kepada kita untuk berpikir, bertutur kata, dan berbuat dengan tenang dan sopan. Memupuk kebersamaan hidup bermasyarakat. Menciptakan kehidupan masyarakat yang tenang dan damai. Bah ampura selidan sube ngelantur satuene.
Awalnya tulisan ini anggen mesatue, menyambung rasa sareng semeton tiang paiketan pinandita ring pasraman. Mangkin tiang sharing malih ring semeton.


Lembaga Kerta Desa


Mari kita ungkap sebuah lembaga Kerta Desa Adat berdasarkan Perda Propinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019. Kerta Desa Adat dibentuk oleh Prajuru Desa Adat, terdiri atas Prajuru Desa Adat dan Krama Desa Adat yang memiliki komitmen, pengalaman, dan keahlian dalam bidang hukum adat, yang diutus oleh Banjar Adat. Yang menjadi ketua merangkap anggotanya adalah Bandesa Adat itu sendiri.

Dalam hal Ketua/Anggota Kerta Desa Adat memiliki hubungan dengan masalah yang ditangani oleh Kerta Desa Adat, Ketua/ Anggota yang bersangkutan tidak diperbolehkan terlibat dalam penyelesaian perkara adat. Ketika Ketua Kerta Desa Adat memiliki hubungan dengan masalah yang ditangani oleh Kerta Desa Adat, jabatan ketua Kerta Desa Adat digantikan sementara oleh anggota Kerta Desa Adat tertua. Masa bakti Anggota Kerta Desa Adat berakhir bersamaan dengan masa bakti Prajuru Desa Adat.

Yang menjadi tugas dan wewenang Kerta Desa Adat adalah menerima, memeriksa, menyelesaikan perkara adat/wicara yang terjadi di Desa Adat berdasarkan hukum adat.
Dalam menyelesaikan perkara adat Kerta Desa Adat mengutamakan perdamaian sesuai dengan asas druwenang sareng-sareng. Yang dimaksud dengan ”asas druwenang sareng-sareng” adalah penyelesaian perkara adat yang mengutamakan kebaikan bersama untuk memelihara keharmonisan hubungan antarKrama Desa Adat.
Dalam hal tidak tercapai perdamaian Kerta Desa Adat mengambil keputusan sesuai dengan Awig-Awig dan/atau Pararem Desa Adat.

Dalam hal perkara adat tidak dapat diselesaikan oleh Kerta Desa Adat, para pihak dapat meminta penyelesaian kepada MDA sesuai dengan tingkatannya.

Beberapa Catatan

Membuat catatan setiap membaca sesuatu sudah merupakan kebiasaan. Dont trust your memory, so take notes. Nasehat yang saya selalu ingat. Jangan percaya pada ingatan anda, buatlah catatan2 setiap membaca atau mengalami sesuatu. Catatan saya ini mungkin kurang pas, atau tidak berkenan, ngring sareng-sareng ngicenin komentar.

Pertama, semula banyak harapan bahwa Kerta Desa ini merupakan suatu lembaga adat yang independent, sehingga ia dapat melaksanakan tugas dan fungsinya, memutus perkara secara mandiri tanpa pengaruh dan campur tangan Prajuru. Kenyataannya Kerta Desa justru dipimpin oleh Bandesa Adat dan anggota-anggotanya sebagian dari Prajuru. Rupanya Perda ini ingin memberikan posisi yang spesial kepada Bandesa Adat untuk menata kehidupan krama adat termasuk untuk memelihara keharmonisan hubungan antar karma desa adat.

Kedua, dalam hukum adat tidak mengenal adanya pembagian hukum pidana, perdata, tata Negara/pemerintahan  dan lain-lain. Semua menyatu dalam satu Kitab Hukum Adat yang disebut  Awig-Awig dan turunannya berupa Pararem. Padahal setiap bidang hukum itu mempunyai kharakteristik yang berbeda. Ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi Kerta Desa untuk dapat memahami dan melaksanakannya dengan baik.

Ketiga, telah diatur dalam Perda bahwa apabila ketua/anggota Kerta Desa memiliki hubungan dengan masalah yang ditangani oleh Kerta Desa, tidak diperkenankan ikut dalam penyelesaian masalah yang ditangani. Kata mempunyai hubungan dengan masalah ini perlu lebih dperjelas karena dapat menimbulkan multi tafsir. Tidak semua dari kita ikhlas dalam menafsirkan ini. Misalnya apabila yang berselisih anaknya atau adiknya, apakah masuk dalam klasifikasi itu?. Semestinya tidak. Tapi keberpihakan mungkin saja terjadi.

Keempat, tentang eksekusi putusan Kerta Desa. Sering kita jumpai adanya keputusan Kerta Desa yang tidak atau lamban dalam pelaksanaan keputusannya. Perlu adnya pendalaman lebih lanjut.

Kelima, tentang pedoman dalam pelaksanaan. Tugas dan wewenang Kerta Desa adalah menerima, memeriksa, menyelesaikan perkara adat/wicara berdasarkan hukum adat. Hukum Adat itu Awig-Awig dan Pararem. Yang menjadi senjata  adalah Awig-Awig dan Pararem. Permasalahan timbul kemudian apabila perkara itu tidak jelas diatur atau belum diatur dalam Awig-Awig dan Pararem. Kerta Desa harus mencari hukumnya karena ia harus tetap mengadili dan memutuskan suatu perkara. Mencarinya pada Awig-Awig  yang tidak tertulis. Ini juga merupakan amanat Perda.

Masalahnya, mencari Awig-Awig tidak tertulis ini. Cari dimana yaaa

Untuk ini kita mesti kembali masuk dalam kajian teoritis. Mas Tukul bilang kembali ke Laptop. Back to basic. Hukum adat bersumber dari sistim nilai, adat istiadat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat itu sendiri ditambah dengan hukum yang diterima dari luar yang dirasakan sesuai dan bermanfaat dalam menata kehidupan masyarakat itu. Dalam masyarakat hindu, yang diterima sebagai bagian dari hukum adat mereka tentunya hukum hindu.

Untuk lebih memahami hukum hindu, kita mesti mencari sumber-sumbernya. Dalam beberapa publikasi di rumah asalnya India Sumber Hukum Hindu menurut  Debanshukhettry, seorang kritikus hukum hindu, itu bersumber pada:
Sumber Kuno, yaitu a. Kitab Srutis (catur Weda), b. Smrtis (Kitab Dharmasustras dan Dharmasastras), c. Intisari dan Komentar atas ajaran-ajaran di atas, dan d. Adat istiadat yang sudah lama dilaksanakan sehingga mempunyai kekuatan hukum.
Sumber Modern yaitu keadilan dan hati nurani yang baik (termasuk  Hak  asasi manusia) dan Legislasi, yaitu peraturan yang dibuat oleh Penguasa.
Manawa Dharmasastra mengajarkan bahwa seluruh pustaka suci weda adalah sumber pertama dari pada dharma (hukum) kemudian adat istiadat , dan lalu tingkah laku yang terpuji dari orang-orang  budiman yang mendalami ajaran pustaka suci weda, juga tatacara prikehidupan orang-orang suci, dan akhirnya kepuasan dari pribadi (MDS II.6).
Sumber-hukum-hindu KLIK


Kesimpulan Sementara

Nah, sudah semakin jelas senjata Kerta Desa. Kalau boleh saya rinci lagi, yaitu Awig-Awig yang sudah dibukukan atau belum, Srutti (catur weda), Smrties (dharmasutras dan dharmasastras),  Intisari dan Komentar Atas Srutti dan Smrties, Adat yag lampau yang masih sesuai, Keadilan dan Hati Nurani, dan Aturan yang dibuat Pemerintah terkait. 
Liu Gatine. Beeeh aas booke. Ngiring metembang malu.

Lalu, dengan belum membawa senjata yang cukup, Kerta Desa takut atau tidak bekerja? Tidak juga. Kerta Desa tetap harus bekerja untuk adanya rasa keadilan dan keharmonisan dalam masyarakat adapt.  Buatlah keputusan berlandaskan Awig2, pertimbangan keadilan dan kebijaksanaan yang ada pada diri anda. Nilai-nilai kebajikan, keadilan, dan kebijaksanaan itu sebenarnya sudah ada pada diri setiap insan. Nilai-nilai itu merupakan pancaran anugerah Sang Hyang Atma, percikan sinar suci Brahman, yang bersemayam pada diri anda masing-masing. Pergunakan itu dengan jujur dan adil mengutamakan kebaikan bersama untuk memelihara keharmonisan hubungan antar Krama Desa Adat.

Terlepas dari kekuatan dan kekurangannya,  Perda ini sungguh mulia, mengatur tatanan kehidupan krama adat yang lebih baik kedepan. 
Ngiring Sareng-sareng nyungkemin. Malih pisan ampura nenten je tiang mapikayun nasikin segara. Wantah anggen matimbang rasa, dumogi sami pada rahayu.
(Jimbaran, 5-4-2020 Supanca)

No comments:

Post a Comment

Tiga Kerangka Agama?

Om Swastyastu Nasehat bagi kita yang senang mempelajari agama. Agama bukan hanya sloka-sloka atau ayat-ayat saja. Ada yang juga...