Upacara Bayi Baru Lahir Orang Bugbug


I. Pengantar

Tulisan ini sebenarnya adalah catatan pribadi. Catatan tentang upacara bayi baru lahir  yang dilaksanakan semeton Bugbug. Kalau upacara yang dilaksanakan krama bali pada umumnya, agak banyak referensinya, namun yang khusus dilaksanakan krama bugbug saya belum ketemu referensinya. Makanya saya mencari dengan bertanya-tanya pada pengelingsir yang sudah sering melakoninya. Saya tulis berdasarkan pembicaraan santai dengan beberapa tetua atau pengelingsir yang kebetulan saya temui, bukan berdasarkan penelitian apalagi ilmiah. Tentu saja masih banyak kekurangan atau biasnya.
Catatan ini saya ingin share atau bagikan kepada teman-teman untuk mendapatkan masukan tambahan untuk melengkapi. Saya percaya bahwa semeton pembaca tulisan ini mempunyai pengalaman atau pengetahuan yang lebih mengenai masalah ini, apalagi para praktisi yang sudah melaksanakan upacara bayi baru lahir ini, baik sebagai sang adrue karya (yajamana), sang tukang banten (tapeni), dan sang muput karya (pinandita).
Catatan ini tentunya masih sangat jauh dari lengkap apalagi sempurna. Juga belum jelas referensi tahun pelaksanaannya. Mungkin yang satu memberikan informasi berdasarkan pengalamannya pada waktu yang lalu yang didapatkan dari leluhurnya, yang lain berdasarkan pelaksanaaan yang sudah terpengaruh dengan masa kini. Silahkan semeton mencerna dengan kebijaksanaannya.

Pengamatan selayang pandang, saya melihat bahwa upacara bayi baru lahir ini sudah jarang dilaksanakan sepenuhnya atau dengan lengkap, paling yang dilaksanakan sekedar upacara mendem ari-ari. Hal ini  beda dengan yang sudah dilaksanakan oleh pengelingsir kita terdahulu. Kalau jaman dahulu, sang bayi pada umumnya lahir di rumah, sehingga dapat dilaksanakan upacara sesegera mungkin. Kini sang bayi umumnya lahir di rumah sakit atau rumah persalinan, sehingga tidak dapat  segera melaksanakan upacara, sehingga yang dilaksanakan sekedar pada menanam ari-ari. Yang lumrah dilaksanakan jaman now bahwa upacara bayi baru lahir ini dilaksanakan pada saat atau bersamaan dengan upacara bayi berumur 12 hari (ngekehin?)

Sepintas saya amati, upacara bayi baru lahir ini dapat dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu, pertama upacara menanam atau mendem Ari-Ari, kedua upacara menyambut kedatangan Sang Bayi atau Mapag Sang Lare, dan selanjutnya upacara ketika pusar (sawen) sang lare lepas atau tanggal.


Tujuan upacara bayi baru lahir bertujuan untuk membersihkan (melukat) sang rare dan sanak atau saudara sang bayi. Saudara sang bayi itu ada empat yag disebut dengan Sang Buta Anta, Sang Bhuta Preta, Sang Bhuta Buta, dan Sang Bhuta Dengen.  Disamping itu dimaksudkan untuk menyambut kehadiran si jabang bayi di tengah-tengah keluarga barunya. Salanjutnya, setelah tanggal pusar, memohon agar dianugerahkan sangu atau bekal dalam rangka si bayi mengarungi hidup dan kehidupann selanjutnya.

II. Pelaksanaan Upacara Bayi Baru Lahir


Bagian Kesatu,
Upacara Menanam atau Mendem Ari-Ari

A. Yang Perlu Disiapkan

Untuk keperluan memendem Ari-Ari,  yang perlu disiapkan  adalah
Sebuah periuk kecil dari tanah, yang pada badan periuk dituliskan Dwi Aksara Ang dan Ah, dan pada tutup periuk dituliskan aksara Ongkara.
Selembar lontar yang panjangnya sekitar satu jengkal, dituliskan dengan Dasa Aksara Bayu yaitu I A Ka Sa Ma Ra La Wa Ya Ung.
Seperangkat alat tulis. Waktu lampau sepertinya lontar dan alat untuk menulisnya berupa pengutik. Jaman now sepertinya  disesuaikan diganti dengan buku dan pensil.
Ijuk atau duk secukupnya.
5 Batu pipih kecil  utawi batu lempeh yang masing-masing ditulisi dengan aksara Sang, Bang, Tang, Ang, Ing.
Satu banten Sesayut Palugraha, sarana permohonan kepada Ibu Pertiwi
Satu Jerimpen  sebagai lingga Ibu Pertiwi.
Sebuah segehan putih-kuning dengan sebutir telur bali yang masih mentah.
Segehan catur warna berisikan bawang jahe, sajeng dan air a limas, suguhan sanak Sang Lare.
Pohon pandan
Sebuah Gungan alit,
Sebuah Lampu sintir .
Tirta   Kemulan.

B. Cara Pelaksanaannya


Ari-Ari terlebih dahulu dibersihkan sampai benar-benar bersih. Kemudian ari-ari dimasukkan kedalam periuk yang telah dipersiapkan dan ditutup dengan penutupnya. Periuk kemudian dengan kain putih sehingga tertutup dengan baik dan rapi.
Gali lubang yang dalam dan lebarnya cukup untuk menanam periuk tadi. Sebelum menggali lubang hendaknya terlebih dahulu memohon ijin kepada Ibu Pertiwi. Letakkan batu lempeh sebagai dasarnya dengan urutan yang bertuliskan Aksara Sang di Timur, Bang di selatan, Aksara Tang di Barat, Aksara Ing di Utara, dan Aksara Ing di tengah-tengah.
Masukkan periuk sedemikian rupa sehingga periuk tepat berada di atas batu lempeh. Lingkari periuk dengan ijuk duk yang telah disiapkan sebanyak 3 putaran
Timbun utawi urugin periuk sampai periuk tidak nampak dan didak mudah dirongrong hewan.
Di atas lubang diletakkan batu pipih yang agak besar, bila tidak ada dengan 2 batu bata.
Sesayut Palugraha dan Jerimpen diletakkan diatas batu lempeh atau batu bata. 

C.  Siapa dan Cara Ngantebang


Sane nganteb atau mengantarkan upacara biasanya seorang pemangku. Namun ketika dulu tidak banyak ada pemangku. Apabila tidak ada pemangku, dapat dilaksanakan oleh keluarga atau kerabat yang paling tua atau dituakan. Artinya anggota keluarga yang lebih muda yang mengerti dudonan pelaksanaan upacara anak baru lahir ini.
Tidak ada mantera tertentu, cukup dengan sesontengan atau sehe tidak mempergunakan bajra atau genta. Mungkin ketika waktu itu penggunaan genta belum tersosialisasikan. Hanya seorang pendeta yang boleh menggunakannya. Mantera genta juga belum dikenal. Tanpa mengucapkan mantera genta tidak boleh mempergunakan genta. Mantera genta antara lain untuk menstanakan Siwa atau ngelingganin Siwa pada genta.

D. Nunas Tirta Pelukatan Tirta Wasuhpada di Merajan.


Tirta pelukatan nunas ring kemulan, kepada Hyang Guru. Dengan menghanturkan banten yang dipersembahkan, mohon kepada Hyang Guru untuk menganugerahkan Tirta pebersihan dan pelukatan untuk melukat sang lare dan catur sanak. Juga Tirta Wangsuhpada dalam rangka menyambut kedatangan Sang Lare.

E. Ngantebang Mendem / Menanam Ari-Ari


Mohon kepada Sang Ibu Pertiwi untuk berkenan hadir dan bersthanan/ melingga di Jerimpen. Mohon agar Beliau berkenan menyeksikan upacara ini, kemudian bersedia untuk amukti sari anyukla sari suguhan bebanten yang sudah dihaturkan berupa sesayut palugraha. Lagi mohon ijin kepada Beliau untuk menitipkan / memendem ari-ari dan sanak sang lare di pertiwi.
Selanjutnya dimohon kepada beliau untuk ikut menjaga dan memelihara sang Catur Sanak sampai batas waktu yang telah ditentukan (manut panemaya). Sehe ditutup dengan mengucapkan dasa aksara bayu, yaitu Om I A Ka Sa Ma Ra La Wa Ya Ung ya namah swaha.
Ayab lan ketisin banten dengan Tirta Pertiwi dan Tirta Kemulan sebagai Saksi.


F. Ngantebang Suguhan kepada Saudara Sang Lare


Panggil atau sebut nama Saudara Sang Bayi, yaitu Sa Ba Ta A I,  bhuta Anta, bhuta Preta, bhuta Bhuta, bhuta Dengen,  haturkan suguhan / pelaba catur warna  dengan permintaan semoga mereka berkenan menerima aturan pelaba atau sajian ini. Juga dimohonkan agar keempat saudara sang bayi ini bersama-sama ikut menjaga sang bayi skala dan niskala sehingga memperoleh kesehatan dan panjang umur.
Ayabang, perciki  dengan Tirya Hyang Guru 3 kali, dengan permohonan agar Saudara Lukat atau bersihkan Sang Bayi  kekotoran atau leteh skala dan niskala, selanjutnya metabuh. Lukat juga Sang Lare.
Tanam pohon pandan, selanjutnya pasang dan nyalakan lampu sintir, tutup dengan guungan.


Bagian Kedua, Menyambut Kedatangan Sang Bayi

Kedatangan seorang bayi ibaratnya kedatangan seorang tamu yang baru yang akan menjadi bagian dari keluarga. Untuk itu perlu dipermaklumkan kepada Dewa Hyang dan Hyang Guru. Pelaksanaannya dapat dibale / tempat tertentu.

Yang perlu dipersiapkan adalah
2 set Banten Jerimpen, satu sebagai Lingga Hyang Guru dan satunya lagi sebagai Lingga Dewa Hyang atau Hyang Leluhur
Sebuah Banten Dapetan sebagai Lingganya Betara Brahma
Tirta Hyang Guru, Tirta Dewa Hyang.
Cara Ngantebang
Mohon kepada Hyang Guru dan Dewa Hyang untuk hadir dan melingga atau bersthana pada masing-masing Jerimpen yang telah disediakan. Setelah Beliau bersthana dipermaklumkan bahwa telah hadir sang bayi yang tiada lain adalah pratisentana aatau damuh beliau. Selanjutnya dimohonagar agar Beliau berkenan menyambut kehadiran Sang Bayi, dan senantiasa menganugerahkan sinar suci kehidupan kepadasi jabang bayi. Tutup dengan mantrera Ong sidirastu ya namah swaha.

Ngantebang Dapetan


Kepada Hyang Brahma dimohonkan juga kehadiranNya dengan melingga atau bersthana pada Dapetan, selanjutnya dimohonkan beliau menjadi Saksi kehadiran si jabang bayi di tengah keluarga ini. Siratin antuk Tirta Dewa Hyang dan Tirta Hyang Guru 3 kali.
Segehan putih-kuning dihaturkan kepada para iringan Betara Guru  dan Betara Brahma yang menyertai kehadiran Beliau. Ayabang, ketisin Tirta Pelukatan, metabuh 3 kali.


Bagian Ketiga, Kepus Pungsed (Sawen).


Ketika pungset sang bayi sudah tanggal perlu dilakukan suatu upacara lagi. Tujuannya memberitahukan kepada Hyang Guru bahwa sangu atau bekel sang lare sudah lepas dan mohon sangu yang baru. Karena sangu yang dibawa oleh sang bayu sudah lepas, berlu dimintakan sangu yang baru kepada Hyang Guru.
Sarananya adalah 2 set sesayut palugraha, sagi, ayunan. Juga disiapkan selembar lontar yang sudah dirajah dengan Dasaaksara, Triaksara, dan Dwiaksara.
Benang tidatu dipasangi bawang putih tunggal, jangu, lontar yang sudah dirajah, dilengkapi bangket gidubang? (base, gambir, pamor maulig)

Cara Ngantebang


Permaklumkan kepada Hyang Guru bahwa bekel atau sangu sang bayi sudah tanggal atau lepas. Sehubungan dengan itu dimohonkan agar Hyang Guru berkenan menganugerahkan sangu yang baru (bekel saraswati?) kepada sang rare melalui Tirta ini. Ong sidirastu ya namah swaha.
Ayabang dan ketisin Tirta Hyang Guru pada banten ring arep 3 kali.
Benang tridatu dipasangkan pada pergelangan tangan kiri, condengin pada dahi/gidat, tangan, kaki/paha, dan pusar. Sang bayi perciki dengan Tirta Hyang Guru.
Supanca

No comments:

Post a Comment

Tiga Kerangka Agama?

Om Swastyastu Nasehat bagi kita yang senang mempelajari agama. Agama bukan hanya sloka-sloka atau ayat-ayat saja. Ada yang juga...